My Slide

MENUJU NASIONALISME 2009

07.54 / Diposting oleh UsLih First /

MENUJU NASIONALISME 2009
Banyak isu tentang krisis pangan 2009, iklim global, “rencana” bencana-bencana nasional dan seterusnya, tetapi saya kira Indonesia akan mencapai kecemerlangannya di tahun 2009.

Perkara utang luar negeri sebenarnya cukup mandatkan pada kongres Akuntan Nasional, minta mereka berdiskusi kemudian kasih rekomendasi yang menunjukkan betapa simpelnya sesungguhnya masalah itu untuk kita atasi kalau kita mau.

Masalah kepemimpinan, kita berlimpah-limpah calon presiden dan pemimpin nasional. Tinggal ambil dari teritori mana, golongan apa, parpol, suku, agama dan apapun saja yang sangat siap dengan kandidat-kandidat Presiden. Bahkan pun kaum selebritis sangat siap memimpin Indonesia, terbukti dengan begitu banyak urusan yang dipercayakan kepada mereka.

Yang paling nyata adalah semakin tercapainya persatuan nasional menjelang 2009. Kita bangsa bersuku-suku, tetapi cita-cita satu. Kita berbagai budaya, tetapi gawang kehidupan satu. Kita punya banyak agama, ragam nilai, pilihan-pilihan di segala sisi kehidupan, tetapi obsesi kita satu.
Anak-anak kita boleh pilih masuk kuliah di fakultas kedokteran, ekonomi, teknik, bahkan tarbiyah dan ushuludin, namun harapan hidupnya satu.

Satu cita-cita itu ialah menjadi kaya. Ada kerbau, ada macan, berang-berang, buaya, cacing, badak dan jutaan macam hewan lagi, tetapi cita-citanya sama, ingin terbang dengan pakaian kemewahan.

Macam-macam profesinya, macam-macam permainannya, beragam-ragam kostum dan ayat-ayatnya, namun obsesinya menyatu secara nasional, ialah menjadi kaya. Memang ada klise-klise aplikatif, ingin mengabdi kepada bangsa dan Negara. Ingin berbakti kepada agama dan masyarakat. Dan mungkin benar awalnya memang bercita-cita seperti itu, tetapi begitu ketemu pintu-pintu gerbang keuangan, mulai penuhlah kepala oleh cita-cita tunggal itu. Kalau anak-anak kecil dikasih iklim , ingin menjadi dokter, insinyur, presiden. Tetapi, ujungnya sama saja, yaitu menjadi kaya. Memilih orang kaya meskipun tidak menjadi dokter, dari pada sebaliknya. Kalau kerja enam hari menjadi lima hari, kelak kita runding bagaimana dalam seminggu kita kerja sehari saja dan libur enam hari, kita sepakati asalkan gaji tetap seperti semula.

Orang memilih tidak kerja tetapi dapat gaji dari pada kerja tetapi tidak dapat gaji. Kalau sampai kerja tak dapat gaji maka ayat-ayat tentang hak buruh, HAM dan lain sebagainya bertaburan di langit dan bumi. Tetapi, kalau terpaksa kita balik, tidak kerja tetapi dapat gaji, sebenarnya itu yang diam-diam lebih OK dalam hati. Uang berlimpah jauh lebih menarik dibanding Tuhan. Korupsi jauh lebih dipercaya dibanding hakikat dan metebolisme rezeki. Kalau melebar sedikit; orang diam-diam sudah makin sanggup meragukan Tuhan, tetapi tak seorang pun memiliki keberanian untuk meragukan demokrasi. Orang lebih tertarik pada kekayaan dibanding kesalehan. Orang lebih terpikat oleh uang banyak dari pada diganti kepribadian. Orang lebih tergiur pada kajayaan materi dibanding kemuliaan hidup.

Sejumlah orang akan membantah kalimat-kalimat ini. Tetapi, saya sendiri sudah terlalu tua untuk mampu untuk membantah hal itu. Saya sudah uzur dan ditipu mentah-mentah oleh fakta-fakta kehidupan, sehingga sampai menjelang kepala enam saya belum memulai apa pun untuk memperjuangkan karier saya, jangankan lagi untuk menegakkan kebenaran.

Tentu saja kalau yang dimaksud karier adalah berkuasa, kaya dan terkenal sudah lama manurut ukuran saya dengan hidup tempe sambel dan menikmati cuci kaus piring , saya tidak memiliki problem apa-apa. Tetapi, yang saya maksudkan karier adalah Mandat kekhalifahan dengan konten dan skala yang jelas yang sudah lama saya siapkan namun tidak ada gejala bahwa sejarah manusia ini memerlukan kualitas kesejahteraan hidup semacam itu.

Menjadi kaya adalah isi utama kepala manusia Indonesia. Dan untuk itu dipilih cara dan jalan yang paling bodoh dan malas. Akting menjadi pemimpin, ustadz, artis, wakil rakyat, lembaga zakat infak atau apa pun. Jangan khawatir, tentu saja orang juga menikmati hubungnya dengan Tuhan, kenyamanan bernasionalisme, kesantunan sosial, estetika dan lain sebagainya, tetapi itu semua sekunder. Yang primer di kepalanya adalah harus ada kenyataan bahwa ia berlimpah atau sekurang-kurangnya aman di bidang keuangan. Yang dimaksud aman itu takarannya begini: Wah, rugi saya, ada proyek basah banget tapi gagal memenangi tender…”

Padahal dia tidak rugi apa pun. Tidak rugi pun merasa tidak aman. Aman adalah laba sebesar-besarnya dengal modal sekecil-kecilnya. Dasar moral ilmu ekonomi di seluruh muka bumi ini sejak awal memang curang.

Di luar kaya unsur lain populer juga, powerful and famous, berkuasa dan terkenal. Tetapi, kekuasaan dan popularitas juga membawa visi-misinya sendiri. Merangsang manusia untuk lebih kaya dan lebih kaya.

Kekuasaan adalah jalan yang popular untuk mencapai cita-cita tunggal itu. Maka tidak ada agenda apa pun yang lebih diutamakan dibanding apa pun dalam kehidupan bangsa Indonesia melebihi agenda politik. Siang malam, tiap bulan, tiap tahun, headline, ngerumpi, obrolan gardu, apa pun saja sesungguhnya berpangkal dan berujung pada agenda politik.

Taken from Jejak Tinju Pak Kyai

Label:

0 komentar:

Posting Komentar