My Slide

Masa Tenang roh Mahasiswa

00.20 / Diposting oleh UsLih First /

Masa Tenang Roh Mahasiswa
(Respon terhadap 100 tahun Kebangkitan Nasional dan 10 tahun reformasi serta realitas Mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro}
Oleh. Uslih (Presiden Mahasiswa, BEM STAIN Jurai Siwo Metro 2007-2008)

Zaman dan masa terus berpacu mengiringi sang waktu yang tak pernah ada yang bisa menghentikanya. Bersanding dengan dinamika teori dan aplikasi manusia yang juga terus berpacu dengan mesin waktu dan realitas yang paradoks dengan cita-cita manusia sendiri. Rasanya, keberangkatan kendaraan semangat perubahan terkantuk batu yang begitu besar dan terasa sulit untuk dilewati. Revolusi yang pernah dilakukan pun seperti mie instant yang terlalu matang dan akhirnya mblobor (menggunakan istilah bahasa jawa) sehingga tidak terasa nikmat lagi. Begitu pula dengan bergulirnya seabad Kebangkitan Nasional dan 10 tahun reformasi yang seperti telah kehilangan interpretasi sejarah yang seharusnya dan sepatutnya dijadikan landasan berpikir dalam merespon kebijakan dan kadigjayaan punggawa-pungawa negeri ini yang semakin tak berpihak kepada rakyat.


Mei 2008 seolah menyampaikan pesan kesadaran kepada kita bahwa banyak sahabat-sahabat yang setiap hari bermain di halaman rumah kita (STAIN Jurai Siwo Metro) yang menyandang predikat ”kemestian” untuk diperhatikan. Mereka adalah yang kehilangan sensitivisme gerakan, yang salah niat mencari jati diri dengan happy fun, yang enggan memberi senyum ketika bertemu dengan saudaranya, yang lupa dengan almamternya, dan yang kebablasan menjadi selebrity tapi lupa dengan behaviour dan brain padahal bold and beauty juga belum mencukupi standar.

Kalau mau mencari-cari penyebab dari semua itu, memang menemukan sebuah kesulitan karena pesakitan yang dialami oleh mahasiwa bisa dikatakan seperti virus yang mewabah. Lambat laun tapi pasti menyebabkan kematian-kematian generasi penerus bangsa yang menyandang gelar sebagai agent of change dan social control. Dan hal yang paling ditakutkan adalah akan lahirnya generasi-generasi yang kumaha juragan wae (bagaimana bos aja). Sehingga tidak ada lagi progress karena mind stream yang statis. Kalau itu benar terjadi maka bersiap lah memasuki abad konteporer kapitalime di negri yang gemah ripah loh jinawi ini.

Jika kita tidak ingin semua itu terjadi, pada 100 tahun bergulirnya kebangkitan nasional dan 10 tahun reformasi ini kita harus merevitalisasi generasi mahasiswa yang konsumtif dan hedonistik. Mahasiswa yang tidak mampu menyaring penetrasi nilai budaya asing dan perkembangan zaman. Mahasiswa yang umumnya mempunyai kemajuan zaman dan moderenisasi hanya secara simbolistik. (simbol-simbol dunia kulitan). Yang pola hidup sehari-harinya hanya berkisar pada love, study and party (pacaran, kuliah dan hura-hura). Karena ironisnya, love and party lebih didahulukan, di mana jumlah mahasiswa seperti ini adalah mayoitas. Kita harus mereinkarnasi generasi-genarsi aktifis organisasi intra dan ekstra kampus. Generasi yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah kemasyarkatan dan kenegaraan sebagai basis aktifitasnya yang didasari oleh agama, profesi minat dan bakat serta kedaerahannya meskipun jumlahnya masih sedikit dari populasi yang ada.

Kebangkitan nasional dan reformasi mind seat generasi mahasiswa secepatnya harus kita gulirkan. Hal ini agar tidak terjadi estafet generasi mahasiswa berpredikat sketisme religi. Yaitu generasi mahasiswa yang tidak sanggup dalam merespon dan berapreseasi terhadap perkembangan sosial politik dan moderenisasi. Generasi yang emosional memahami agama yang diwujudkan dalam eksklusivisme gerakan-gerakan keagmaan di kampus. Di mana esensi gerakan yang dikembangakan justru tidak terlihat, tetapi sebaliknya gerakan simbolitas dan eksklusivitas yang ada. Hal ini dapat dibuktikan seperti pada bentuk pakaian, sikap tertutup terhadap komunitas mahasiswa dan agama lain. Mereka beranggapan ukuran kemajuan bukan pemikiran tapi penampilan luar, bersikap apolojik bahkan anti politik tetapi sebenarnya mereka sangat mudah digerakkan secara politik jika disentuh emosional keagamaanya. Dengan demikian, generasi mahasiswa proletarian, yang terlalu apriori terhadap yang berbau birokratis, pemerintah dan apa saja yang berasal dari atas, pun dapat kita kebiri pejantannya agar tidak berkembang biak. Sehingganya, generasi mahasiswa profesionalitas dan individualistik, yang pragmatis dan hedonistik yang memandang bahwa perkembangan zaman yang cenderung terspesialisasi baik secara keilmuan maupun keterampilan, hanya sekedar upaya memenuhi kebutuhan materi secara individu. Yang terjangkit penyakit serba ingin cepat lulus kuliah meskipun nyontek dan membeli nilai, dan ingin cepat kerja meskipun nyogok, ingin hidup cepat kaya meskipun korupsi dan mengeksplorasi terhadap kelompok lain pun dapat kita sembuhkan.


Semoga fenomena yang terjadi di halaman rumah kita saat ini hanya sebatas ”masa tenang roh mahasiswa” saja. Saya berharap sahabat-sahabat mahasiswa akan kembali bangkit sebenar-benarnya bangkit, seperti apa yang telah dilakukan oleh Boedi Utomo seratus tahun yang lalu. Reformasi sebenar-benarnya reformasi, selayaknya reformasi yang dicita-citakan oleh segenap penghuni negeri ini, yaitu reformasi untuk lebih baik daripada masa yang lalu. Bukan kebangkitan semu dan bukan reformasi yang menjadi bumerang karena salah kaprah. Tidak ada kata terlambat dan menyerah untuk berkarya bagi negeri ini. Dengan jiwa yang sehat, dinamis dan senatiasa berpegang kepada landasan yang sakral, kita bisa mengubah bangsa ini menjadi lebih terhormat dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain.

Jika kita tidak bisa melakukan hal yang besar tidak lah mengapa, marilah kita lakukan hal-hal kecil dengan cara yang besar (gagal dengan cara A, gunakan cara B, dst). Semoga bukan sebuah kesalahan jika saya menyerukan ”Hindari wisuda dini agar tidak menjadi sarjana premateur!” Long live, Mahasiswa!

Label:

0 komentar:

Posting Komentar